Saya ngantuk sekali, saya tidur Jam 4 pagi karena semalam suntuk musti mengerjakan project website corporate yang sudah deadline. Setelah Solat Subuh, tidur saya lanjutkan kembali, dengan tidur disampingnya, saya mendapati putri kecil kami tertidur pulas dalam dekapan istri saya.

Baru saja sejenak terlelap, teriakan histeris istri dihalaman belakang rumah membangunkan saya, dia berteriak “ayah… ayah…” yang didiringi dengan jeritan putri kecil kami, saya belum pernah mendengar istri saya berteriak seperti itu, sehingga dalam kondisi setengah mengantuk saya bergegas menuju ke ruangan belakang.

Pandangan saya tertuju pada istri saya yang mendekap erat putri kami sambil menangis menenangkan putri kami dari tangisannya yang meraung-raung, saya tidak tahu apa alasannya, namun dari tangisan dan raut muka putri kami yang memerah, bisa disimpulkan bahwa dia menahan sakit yang luar biasa……

“Ada apa, ada apa” tanya saya panik kepada istri saya,
“adik jatuh yah, adik jatuh dari kursi….” sambil menunjuk kursi kayu disampingnya.

Kursi kayu, kursi yang sering dipakai istri saya menempatkan putri kami dikala sedang memasak, kursi ini mempunyai tinggi berkisar 1 meter dengan bantalan di sekelilingnya sebagai penahan, namun hari itu naas…. dia terjatuh dari kursi, ketika mencoba menggapai mainannya dibawah kursi.

Duh gustiiii……., saya menyesal, sesal sesesal sesalnya, andai saja pagi itu saya tidak terlelap, mungkin hal ini tak akan terjadi. Pagi itu, mungkin istri saya sengaja tak membangunkan saya karena melihat kelelahan saya lembur semalaman bekerja, sehingga dia memilih untuk memasak sambil “momong anak”…..

Ketika tangisnya sudah mulai reda, saya mendapati dahi kanannya samar-samar terlihat kotoran sepanjang kisaran1 cm sehingga sayapun berinisiatif membersihkannya. Namun inisiatif saya salah…!!!! ternyata itu bukan kotoran melainkan kerikil kecil yang menancap didahinya…!!!

Bisa ditebak ketika kerikil tersebut saya seka,… darah mengucur deras, tangisannya kembali menjadi-jadi; saya ambil handuk dan menempelkan di dahinya, berharap darah ini berhenti mengalir sambil saya berlari panik keluar rumah membeli “plester luka”.

Dengan pakaian masih penuh dengan darah dan tangisan putri kami yang makin menjadi, kami berdua membawanya ke kamar mandi dan membersihkan lukanya,,,, rupanya putri kami tidaklah mau bekerja sama… dalam kondisi sulit membersihkan luka didahinya dengan air, tangisannya bertambah kencang dan meronta-ronta hingga tetanggapun mulai melonggok ke rumah kami sambil bertanya “ada apa, ada apa?”

Istri saya menitikkan air mata dan tidak sanggup melihat apa yang saya lakukan. Setelah semuanya bersih, tidak berhenti sampai disitu, kamipun kesulitan untuk menempelkan “plester” untuk menutupi luka didahinya. Istri saya musti memegang kedua tangan dan kaki putri kami agar tidak berontak sambil terus mengabaikan teriakan dan jeritan yang tiada kunjung henti.

Setelahnya agak tenang kami membawanya ke rumah sakit memastikan segalanya baik-baik saja, kami tidak ingin ada infeksi , terlebih darah mulai merembes disela-sela plester lukanya mulai membuat kami panik. Sesampainya di Rumah Sakit Rumani Semarang, kami kembali panik karena hari itu libur nasional kami beranggapan bahwa pelayanannyapun tidak maksimal. Namun untung saja pihak rumah sakit cukup tanggap, salah seorang perawat menghampiri kami dan langsung merujuk dan membawa ke IGD untuk melakukan jahitan kecil didahinya (walau proses registrasi administrasi belum selesai)*.

Saya tidak bisa banyak bercerita apa yang terjadi didalam IGD, yang jelas, tangisannya lebih kencang dari sebelumnya… :(, sehingga istri sayapun memutuskan untuk keluar ruangan karena tidak tega melihat proses pemasangan jahitan di dahinya. Proses berlangsung tidak lebih dari 10 menit dan setelahnya putri kami lebih tenang setelahnya walau masih sering terisak

3 hari berturut-turut kami musti mengendongnya bergantian, siang malam, untuk meredakan tangisannya. Mungkin dia menangis karena sakit dikeningnya masih terasa, dan kamipun bersyukur karena setelahnya lukanya mulai kering dan berangsur sembuh sehingga dia mulai kembali ceria sediakala.

“Maafkan ayah ya nduk …..”

*terima kasih untuk RS Rumani Semarang atas bantuannya